Jumat, 30 Maret 2018

TUGAS DASAR KEBIJAKSANAAN KONSERVASI ARSITEKTUR

JENIS-JENIS KONSERVASI
Dalam pelaksanaan konservasi terhadap kawasan/ bangunan cagar budaya, maka ada tindakan-tindakan khusus yang harus dilakukan dalam setiap penanganannya (Burra Charter, 1999), antara lain:
1.    Konservasi yaitu semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat sedemikian rupa sehingga mempertahankan nilai kulturalnya
2.    Preservasi adalah mempertahankan bahan dan tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat pelapukan
3.    Restorasi/Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa menambah bagian baru
4.    Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah tempat pada keadaan semula sebagaimana yang diketahui dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru dan dibedakan dari restorasi
5.    Adaptasi/Revitalisasi adalah segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai
6.    Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.
7.    Tabel Jenis Kegiatan dan Tingkat Perubahan
tabel 1.1. Jenis kegiatan dan tingkat perubahan
No.
Jenis Kegiatan
Tingkat Perubahan
Tidak Ada
Sedikit
Banyak
Total
1
Konservasi
2
Preservasi
3
Restorasi
4
Rekonstruksi
5
Adaptasi/Revitalisasi
6
Demolisi


Dasar Kebijakan Konservasi 
UU RI No. 5/1992:
·       Ketentuan umum mengenai Benda Cagar Budaya, Situs dan Lingkungan Cagar Budaya
·       Tujuan pelestarian:   melindungi dan memanfaatkan benda cagar budaya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia
·       Berdasar Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, Pelestarian lingkungan cagar budaya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
·      lingkungan cagar budaya gol 1
·      lingkungan cagar budaya gol 2
·      lingkungan cagar budaya gol 3

CONTOH KAWASAN KONSERVASI ARSITEKTUR: 

 Gambar 1.1. Exterior museum bahari
sumber: google maps museum bahari, (2018)

Museum Bahari
Museum Bahari adalah museum yang menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke yang berlokasi di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa, tepatnya di jalan Pasar Ikan, Jakarta Utara, menghadap ke Teluk Jakarta. Museum ini adalah salah satu dari delapan museum yang berada di bawah pengawasan dari Dinas Kebudayaan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sejarah Museum Bahari
Masa penjajahan yang ada di Indonesia menyisakan berbagai macam peninggalan, terutama dalam wujud arsitektur bangunan. Salah satu fungsi bangunan yang cukup penting pada masa tersebut adalah gudang penyimpanan rempah-rempah. Para penjaajah datang ke Indonesia salah satunya adalah untuk mengambil hasil rempah-rempah yang dihasilkan dari Indonesia (sebagai negara yang menghasilkan rempah-rempah terbesar). Sebelum akhirnya rempah-rempah tersebut diimport atau diekspor ke mancanegara, rempah-rempah di simpan di dalam suatu tempat/gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan terletak pada daerah yang dekat dengan pelabuhan hal ini untuk memudahkan akses penyimpanan. Museum Bahari adalah bangunan yang dialihfungsikan dari gudang penyimpanan rempah-rempah peninggalan zaman penjajah dan dijadikan bangunan museum yang berisi dengan barang-barang bersifat kelautan.
Pada masa pendudukan Belanda, gedung Museum Bahari semula adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil yang merupakan komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. VOC membangun gedung ini secara bertahap sejak 1652 hingga 1759.
Gedung Museum Bahari ini sudah mengalami beberapa perubahan. Tahun perubahan itu dapat dilihat pada pintu-pintu masuk. Di antaranya tahun 1718, 1719 dan 1771. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus (1939-1945) gudang tersebut menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai Nippon. Setelah Indonesia Merdeka difungsikan untuk gudang logistik PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan PTT (Post Telepon dan Telegram). Pada 1976 kompleks gedung ini diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang kemudian dipersiapkan sebagai sebuah museum. Museum Bahari diresmikan pemakaiannya pada 7 Juli 1977.
Luas tanah bangunan ini sekitar 9.000 m2 dan luas bangunannya mencapai 16 ribu m2. Bangunan ini sudah tiga kali di renovasi, yaitu tahun 1976, 1980, dan 2009. Meski telah direnovasi, tapi tidak menghilangkan ciri khas dari museumnya.
Museum Bahari ini memiliki keunikan yaitu keberadaan koleksi kapal yang sudah tak diproduksi lagi. Di perut Museum Bahari tersimpan benda-benda sejarah berupa kapal dan perahu-perahu asli maupun miniatur. Mengingatkan kepada kita bahwa sejak jaman dahulu kala ‘nenek moyangku seorang pelaut’. Ada kebanggaan ‘kebaharian’ dari bangsa pemberani di dalam mengarungi samudra luas dan ganas. Selain itu, dari segi arsitekturnya bangunan ini memiliki ciri khas bangunan yang terbuat dari kayu.
Tentu kita bertanya-tanya mengapa Museum Bahari ini perlu dilakukan konservasi?
Alasan mengapa bangunan Museum Bahari ini perlu untuk dikonservasi dikarenakan bangunan ini menyimpan banyak kenangan tentang cagar budaya masa lalu dari bangsa Indonesia. Dengan berkunjung ke Museum Bahari pengunjung akan mengetahui sejarah dan begitu banyak kekayaan yang dimiliki Bangsa Indonesia. Bermacam-macam koleksi dipamerkan pada museum ini. Hanya dengan melihatnya pengunjung akan mendapatkan kenangan yang berharga. Tidak ketinggalan pula pesona kawasan kota tua akan dapat membangkitkan kenangan terhadap bangsa lain yang pernah menjajah bangsa kita di masa lalu. Berlandaskan alasan tersebut sangatlah layak dilakukan konservasi terhadap Museum Bahari ini.
Arahan pelestarian bangunan.
Arahan pelestarian bangunan bersejarah di Kawasan Museum Bahari dirumuskan berdasarkan pertimbangan faktor penyebab perubahan fisik bangunan bersejarah. Adapun arahan pelestarian bangunan bersejarah di Kawasan Museum Bahari adalah sebagai berikut :
  • Penyusunan pedoman tata cara pemeliharaan bangunan kuno-bersejarah termasuk memuat bagian-bagian bangunan yang harus dipertahankan keasliannya. Hal ini bertujuan agar setiap bangunan bersejarah memiliki perlindungan yang jelas, sah dan mengikat sehingga apabila terjadi pergantian kepemilikan bangunan di sekitar Museum Bahari, perubahan fisik bangunan oleh pemilik baru dapat dicegah. Juga dengan pemberian sanksi yang tegas kepada pemilik bangunan yang melakukan perubahan pada bangunan bersejarah.
  • Memberikan informasi yang jelas mengenai pentingnya pelestarian bangunan bersejarah secara rutin kepada masyarakat melalui publikasi atau penyuluhan dan mengajak pemilik bangunan untuk ikut berperan aktif dalam pelestarian bangunan bersejarah di kawasan.
  • Pemberian insentif kepada pemilik bangunan yang telah berperan serta dalam menjaga kelestarian fisik bangunan dan kawasan, melalui pemberian bantuan dana perawatan bangunan, subsidi atau pemberian keringanan retribusi.
  • Pemberian penghargaan dari pemerintah kepada pemilik bangunan atau masyarakat yang telah berperan aktif dalam pelestarian bangunan bersejarah, penghargaan dapat berupa piagam, publikasi, subsidi untuk pemeliharaan bangunan.
  • Mempertahankan bentuk fisik bangunan 100% seperti apa adanya dan melakukan pemeliharaan dan perlindungan orisinalitas bentuk bangunan. Memperbaiki fisik bangunan yang telah terjadi kerusakan dengan tetap menjaga bentuk asli bangunan.
  • Membuat acara-acara bulanan atau tahunan yang berskala nasional untuk promosi kawasan.
  • Pemerintah dapat mengambil alih kepemilikan serta pengelolaan bangunan kuno yang terbengkalai atau pemilik tidak mampu lagi melakukan perawatan.
Gambar 1.2. Lokasi Museum Bahari dilihat dari peta
Sumber : google maps museum bahari, (2018)

Museum Bahari terletak di Jl. Pasar Ikan. Museum ini berbatasan dengan :
·         Sebelah utara : Rumah warga
·         Sebelah timur : Rumah warga dan warung perniagaan
·         Sebelah selatan : Pasar dan Menara Syahbandar
·         Sebelah barat : Teluk Jakarta
Terlihat dengan jelas bahwa museum ini di kelilingi oleh rumah warga karena letak dari museum ini yang menjorok ke dalam. Area terbuka sangat kurang pada kawasan ini sehingga membuat suhu menjadi panas karena didukung juga oleh jalan raya yang tidak jauh dari lokasi bangunan.
Gambar 1.3. Unit bangunan pada Museum Bahari
Sumber :  google maps museum bahari, (2018)

Museum Bahari memiliki luas tanah sekitar 9.000 m2 dan luas bangunannya mencapai 16 ribu m2. Bangunan ini terdiri dari 4 unit bangunan, bangunan 1 sebagai museum, lobby, toilet dan musholla, bangunan 2 sebagai museum, bangunan 3 sebagai museum, dan bangunan 4 sebagai kantor dan hall.
Museum Bahari menyimpan 126 koleksi benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur. Juga peralatan yang digunakan oleh pelaut di masa lalu seperti alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar dan meriam.
Museum Bahari juga menampilkan koleksi biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara serta perjalanan kapal KPM Batavia – Amsterdam.
Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah. Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
  1. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
2.      Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.
3.      Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional.
Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.
4.      Ruang Biota Laut.
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong.
5.      Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia).
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.
6.      Ruang Navigasi.
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi.
7.      Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa.
Koleksi yang dipamerkan : foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.


Langgam
Museum Bahari menggunakan ciri khas bangunan kolonial Belanda, gaya The Empire Style (khas Eropa) merupakan gaya yang dipakai pada masa itu untuk menunjukan eksistensinya di daerah kekuasaannya (Indonesia). Namun iklim di Indonesia berbeda dengan iklim di Belanda, oleh karena itu pada bangunan ini ditambahkan atap pelana. Penambahan atap ini akhirnya membuat suatu gaya arsitek baru yang dikenal dengan gaya Hindi Belanda.
Gaya arsitektur The Empire Style adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Di Indonesia gayanya menghasilkan gaya baru yang disebut gaya Hindia Belanda (Indonesia) artinya bergaya kolonial namun disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132).
Ciri-cirinya antara lain denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini diantaranya : terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133).
Gaya ini dapat pula ditemukan pada Museum Bahari, berikut ulasannya :
  1. a)Dinding
Dinding pada Museum Bahari memiliki hingga 20 cm. seluruh warna pada dinding baik eksterior maupuninterior adalah berwarna putih.
 
Gambar 1.4. exterior museum bahari
Sumber :  google image museum bahari, (2018)














  1. b)Kolom
Pada Museum Bahari ini menggunakan kolom yang terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 20-30cm. Kolom kayu kokoh ini membuat kesan bangunan ini elegan dan khas Indonesia.



                      Gambar 1.5. Kolom pada Museum Bahari
                          Sumber : google image museum bahari, (2018)
  1. c)Elemen hard material
Pada bagian entrance (pintu masuk) terdapat sepasang jangkar kapal. Jangkar ini lumayan besar setinggi ±80cm dan berwarna hitam. Jangkar ini sebagai penanda bahwa di dalam bangunan ini terdapat menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia.
gambar 1.6. Terdapat sepasang jangkar pada bagian entrance
Sumber : google image museum bahari, (2018)

1. d)Pintu
Pintu yang digunakan berbentuk dome dan terbuat dari kayu jati dan kusennya terbuat dari batu. elemen lengkung (arch) sangat meninjolkan bangunan khas Eropa pada saat itu. Hampir seluruh pintu yang yang terdapat di museum berbentuk "dome".
 
gambar 1.7. pintu museum bahari
sumber:  google image museum bahari, (2018)
 

KESIMPULAN

Pada awalnya konsep konservasi terbatas pada pelestarian benda-benda/monumen bersejarah (biasa disebut preservasi). Namun konsep konservasi tersebut berkembang, sasarannya tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda bersejarah melainkan pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi.
Konservasi dengan demikian sebenarnya merupakan pola upaya preservasi namun dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung/memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya. Dengan kata lain konservasi suatu tempat merupakan suatu proses daur ulang dari sumber daya tempat tersebut.
Beberapa kriteria umum yang bisa digunakan untuk menentukan obyek yang perlu dilestarikan:
  • Estetika
  • Kejamakan
  • Kelangkaan
  • Peranan Sejarah
  • Memperkuat Kawasan
DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar